Perkawinan Nakula

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Druna, Adipati Karna dan para Korawa. Raja membicarakan permintaan Dursasana. Dursasana jatuh cinta kepada Dyah Suyati, putri raja Ngawuawu Langit. Dyah Suyati disayembarakan. Barangsiapa yang dapat mengalahkan Endrakerata, boleh memperistri Dyah Suyati. Raja menugaskan Adipati Karna dan Jayadrata untuk mengusahakan menang sayembara. Setelah mereka berunding, raja masuk ke istana.

Kedatangan Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri, Lesmanawati dan para abdi. Raja bercerita tentang rencana perkawinan Dursasana dan sayembara. Kemudian raja bersamadi.

Adipati Karna dihadap oleh Patih Sakuni, Jayadrata, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Mereka bersiap-siap ke negara Ngawuawu Langit. Setelah siap mereka berangkat.

Prabu Bajrawijaya raja Selabentara bermimpi, bertemu Dyah Suyati. Raja ingin melamarnya. Patih Kala Wisaya mengusulkan agar Kala Kekaya, Barajamingkalpa dan Kala Minangsraya pergi ke Ngawuawu Langit, untuk menyampaikan surat lamaran. Mereka segera berangkat, diikuti barisan perajurit raksasa.
Perjalanan mereka bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah pertempuran, tetapi perajurit Selabentar meninggalkan medan perang, menyimpang jalan.

Nakula menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu. Ia meminta doa restu untuk mengikuti sayembara di negara Ngawuawu Langit. Sang Bagawan banyak memberi nasihat, kemudian Nakula disuruh berangkat. Nakula berangkat, Semar, Gareng dan Petruk menyertainya.

Di tengah perjalanan Nakula bertemu dngan barisan dari Selabentar. Terjadilah perkelahian seru. Perajurit raksasa musnah. Nakula meneruskan perjalanan.

Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit duduk di atas singhasana, dihadap oleh Jayakerata dan patih Keratabahu. Raja cemas atas sayembara yang diinginkan oleh Endrakerata.
Adipati Karna datang menyampaikan maksudnya, ia ingin mengikuti sayembara. Endrakerata telah siap di gelanggang adu kesaktian. Pertama-tama Jayadrata yang melawan, tetapi kalah. Selanjutnya yang melawan Kartamarma dan Adipati Karna, tetapi semua tidak mampu mengalahkan Endrakerata. Korawa kembali ke Ngastina dengan tangan hampa.

Yudisthira menerima kehadiran Kresna di Ngamarta. Yudisthira bertanya tentang kepergian Nakula. Kresna memberi tahu, bahwa Nakula sedang mengikuti sayembara. Yudisthira, Bima dan Arjuna diminta bantuannya.
Nakula telah tiba di Ngawuawu Langit, menghadap raja Kridhakerata. Nakula menyampaikan maksud kedatangannya, ia ingin mengikuti sayembara. Jayakerata dan Patih Keratabasa mengawal Nakula ke arena sayembara. Endrakerata telah diberi tahu, kemudian datang di gelanggang adu kesaktian. Endarakerata sungguh sakti. Sekali dipanah mati, kemudian hidup kembali. Semar mendekat Nakula, dan memberitahu caranya menghadapi kesaktian Endrakerata. Setelah diberi tahu oleh Semar, Nakula segera memanah untuk yang kesekian kalinya. Endrakerata kena panah, seketika musnah. Nakula menang dalam sayembara, lalu dipersilakan masuk istana.

Togog dan Sarawita datang menghadap raja Bajrawijaya, melapor tentang kematian para raksasa dan pemimpin perajuritnya. Raja marah lalu mempersiapkan perajurit, hendak menggempur kerajaan Ngawuawu Langit.

Prabu Kridhakerata menerima kehadiran Nakula yang dikawal oleh Jayakerata. Raja minta agar permaisuri mempersiapkan perkawinan Dyah Suyati dan Nakula.

Kresna bersama Yudisthira, Bima, Arjuna dan Sadewa tiba di istana Ngawuawu Langit, menghadap raja Kredhakerata. Sang raja bercerita tentang Nakula yang menang sayembara dan akan dikawinkan dengan putri raja bernama Dyah Suyati. Kresna dan Yudisthira menyetujuinya. Mereka bersiap-siap mengadakan upacara perkawinan.

Perajurit rakasa dari Selabentar datang, dipimpin oleh prabu Brajawijaya. Kresna menugaskan Bima dan Arjuna untuk menyongsong kedatangan musuh. Prabu Bajrawijaya mati oleh Bima, sedangkan perajurit raksasa musnah disapu oleh panah Arjuna.

Nakula dan Dyah Suyati dipersandingkan di pelaminan, para Pandhawa menghadirinya. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan meriah. Tancep Kayon

R.S. Subalidinata.
Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 3-9

Previous
Next Post »